Kematian orang utan betina tersebut akibat perburuan atau kesengajaan yang dilakukan oleh manusia sehingga menyebabkan terbunuhnya satwa dilindungi

Kematian orang utan betina tersebut akibat perburuan atau kesengajaan yang dilakukan oleh manusia sehingga menyebabkan terbunuhnya satwa dilindungi

KALIMANTAN, IDNPERS.COM – SATU Induk individu orang utan (Pongo pygmaeus) ditemukan mati di kebun milik warga di Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat, Rabu (10/7/2024), pagi.

Spesies kera besar terancam punah itu ditemukan tergeletak tak bernyawa di atas pelepah daun pisang dengan luka di bagian punggungnya,

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat RM Wiwied Widodo mengungkapkan, berdasarkan hasil morfologi bedah bangkai (nekropsi) yang dilakukan tim dokter hewan pusat rehabilitasi orang utan YIARI, ditemukan luka yang cukup dalam di punggung sebelah kiri dengan kedalaman 7 cm dan panjang 3 cm.

Tim menyebutkan, luka tersebut diakibatkan benda tajam menyerupai bilah pisau atau unjung tombak.

Namun demikian, kata Wiwied, untuk memastikan kebenarannya, dirinya masih menunggu hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim dokter.

“Luka yang diderita induk orang utan itu akibat luka benda tajam. Tapi untuk lebih jelasnya nanti kita tunggu hasil nekropsinya. Kemungkinan hasilnya akan keluar dalam minggu ini” kata Wiwied, Kamis (11/7/2024).

Wiwied menduga, kematian orang utan betina tersebut akibat perburuan atau kesengajaan yang dilakukan oleh manusia sehingga menyebabkan terbunuhnya satwa dilindungi tersebut.

“Saya yakin, ini akibat perburuan. Karena sebelum ditemukan mayat induk orang utan itu, warga terlebih dahulu menemukan anakan orang utan yang berada di tegakan pohon tak jauh dari lokasi penemuan mayat induknya. Anakan orang utan itu terlihat gelisah,” beber Wiwied.

“Saya langsung perintahkan kepada petugas lapangan, untuk mensterilkan area itu. Karena jika ditemukan anakan orang utan, maka bisa dipastikan ada sesuatu pada induknya. Dan ternyata benar. Induknya mati,” sambungnya.

Menurut Wiwied, induk betina orang utan memiliki karakter yang kuat untuk melindungi anaknya. Induk orang utan tidak akan melepaskan pelukannya kecuali mati.

Selain melakukan evakuasi terhadap mayat induk orang utan, tim gabungan yang terdiri dari Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang_BKSDA Kalbar, Taman Nasional Gunung Palung dan Yayasan Inisiasi Rehabilitasi Alam Inidonesia (YIARI), juga berhasil menyelamatkan anakan orang utan tersebut.

“Alhamudilillah, anakan orang utan itu berhasil dievakuasi,” kata Wiwied.

Rencananya anakan orang utan itu akan segara direlokasi, namun setalah dilakukan pemeriksaan medis, ternyata anakan orang utan itu mengalami stress dan kondisi fisiknya cukup lemah, sehingga risiko kematiannya cukup tinggi jika direlokasi.

Selain itu, lanjut Wiwied, terdapat luka gores pada kaki anakan orang utan itu.

“Kami belum bisa mengidentifikasi, luka gores pada kaki anakan orang utan itu. Apakah akibat sayatan benda tajam atau bukan. Untuk sementara kita lakukan perawatan di pusat rehabilitasi sebelum nanti dilepasliarkan,” jelasnya.

Menurut Wiwied, dalam kurun waktu dua bulan tekahir, BKSDA Kalimantan Barat berhasil menyelamatkan tiga anakan orang utan, baik yang diserahkan oleh masyarakat maupun hasil evakuasi.

“Ini yang ketiga kalinya. Sebelumnya, kami menerima penyerahan bayi orang utan dari warga Desa Sungai Mata-Mata, Kabupaten Kayong Utara,” kata dia.

Kerap Muncul di Kebun Warga

Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana, merupakan salah satu desa di Kabupaten Kayong Utara yang kerap didatangi orang utan.

Dua bulan sebelum peristiwa penemuan mayat induk orang utan di kebun milik warga, kemunculan orang utan kerap terjadi di kampung tersebut. Bahkan ada beberapa individu orang utan yang menetap dan mencari pakan di sana.

Pada Mei 2024 misalnya. Satu individu orang utan jantan muncul di perkebunan warga. Tepatnya di Dusun Pematang Baros, Desa Riam Berasap Jaya. Satwa dengan Pongo pygmaeus itu terlihat mengejar tim patroli hingga ke pinggir jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Kayong Utara dan Ketapang.

Beruntung, individu orang utan jantan itu berhasil dievakuasi dan direlokasi oleh tim gabungan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang bersama Balai Taman Nasional Gunung Palung, YIARI dan Yayasan Palung, awal Juli 2024, lalu.

Kepala Desa Riam Berasap Jaya, Kecamatan Sukadana, Bastarin mengungkapkan, keberadaan satwa tersebut terlihat sejak lama.

Bagi warga Desa Riam Berasap Jaya, kemunculan orang utan bukan sesuatu yang aneh. Menginggat, tetak geografis desa tersebut berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung, yang mejadi habitat asli primata mirip manusia itu.

“Bagi kami memang tidak aneh. Karena wilayah kami memang berbatasan dengan Taman Nasional. Bahkan hampir tiap hari, desa kami menjadi perlintasan orang utan,” kata dia.

Kata Bastarin, kemunculan orang utan tersebut telah membuat resah masyarakat. Orang utan tersebut kerap memakan dan merusak tanam tumbuh warga.

“Kebetulan di sebelah kampung kami itu ada kebun warga. Orang utan itu kerap mencari makan di sana. Kadang makan buah kelapa, cempedak, nanas dan buah-buahan lainnya,” katanya.

Namun demikian, Bastarin mengaku sudah sering melakukan imbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan interaksi apapun jika bertemu dengan orang utan di kebun mereka.

“Kami sudah sering mengimbau kepada Masyarakat, jika bertemu orang utan agar tidak melakukan interaksi, apa lagi membunuh satwa dilindungi itu,” kata dia.

Direktur Yayasan Palung, Edi Rahman menyebutkan, kemunculan orang utan di pemukiman warga disebabkan oleh banyak faktror. Di antaranya, kurangnya persediaan pakan di habitat aslinya atau karena terjadi konflik antar pejantan.

“Kalau orang utan itu jantan, maka ada kemungkinan dia kehilangan wilayah teritorialnya akibat konflik dengan pejantan lain. Faktor lainnya, karena ketersediaan pakan berkurang,” beber Edi.

Edi menjelaskan, kurangnya ketersediaan pakan ini bisa diakibatkan karena bertambahnya jumlah populasi akibat migrasi satwa, karena kantong habitat sebelumnya telah rusak. Sehingga berdampak pada jumlah persediaan pakan.

“Misalnya kasus kemunculan orang utan di Desa Padu Banjar. Ada kemungkinan, satwa itu bermigrasi ke perkebunan masyarakat, karena habitat mereka di rusak oleh perusahaan Mayawana,”beberya.

Populasi Orang utan Kalimantan

Dikutip dari orangutan.or.id, saat ini populasi orang utan Kalimantan diperkirakan sebesar 57.350 individu. Bandingkan dengan estimasi populasi tahun 1973 sebanyak 288.500, yang berarti penurunan sebanyak 80% dalam waktu kurang dari 50 tahun.

Penurunan tajam populasi orang utan Kalimantan ini disebabkan oleh kehilangan habitat hutan. Kebutuhan global yang terus meningkat juga berdampak pada industri agrikultur, pertambangan, dan perkayuan.

Tanpa adanya tempat berlindung, orangutan kini bahkan lebih rentan, menyebabkan konflik dengan manusia yang kerap berakhir dengan pembunuhan ilegal orangutan demi mitigasi, terkadang untuk dikonsumsi. Dan di banyak kesempatan, bayi orangutan ditangkap untuk kepentingan perdagangan satwa eksotis.

Populasi orang utan tersebut tersebar di beberapa habitat. Satu di antaranya di Taman Nasional Gunung Palung. Taman nasional ini diyakini menjadi rumah bagi 2.500 invidu orang utan. (Arief Nugroho)

Sumber: https://www.ekuatorial.com/2024/07/orang-utan-mati-di-kebun-warga-luka-di-punggung-akibat-benda-tajam/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *